Random
"Ada yang meleleh di ujung kedua mataku, begitu goretan-goretan pena itu selesai kubaca. Ternyata bendungan air mataku tidak terlalu kuat sehingga jebol lagi, meski baru sedikit.”
“Hati ini bergetar kala sepasang manik mata indah itu menatapku. Pandanganku terhalang keindahannya. Sekujur tubuh lemas seketika dan mulai tersadar. Kini kau milik orang lain. Apa daya diri ini? Bukan siapa-siapa yang mencintaimu.”
"Setiap lembaran yang diujikan esok pun seakan menjadi tissue, basah oleh tangis dan tetesan air mata. Terima kasih telah menguji sebelumnya ujian yang sebenarnya."
"Harus jadi apa aku ini supaya dekat denganmu? Jadi angin? Percuma, tak bisa kamu lihat. Jadi air? Percuma, tak bisa kamu genggam. Menjadi sosok nyata cukup membatasiku untuk mencintaimu. Dan kini aku hanya bisa diam ditemani rindu yang murung di relung hati. Menumpahkannya lewat syair untukmu."
“Kalau saja takut adalah wujud rasa, seharusnya aku bisa mencoba menikmatinya. Biarlah ketakutan ini membuatku merasa sakit, membuatku sadar betapa kecil, lemah, dan rapuhnya aku. Biarlah pagi ini takut menemaniku.”
"Ketika itu dirimu di sana. Tak dapat kuraih dengan tanganku. Namun, bayangmu yang hadir dalam khayalan selalu dapat kusentuh dengan ingatanku."
"Aku masih di sini, merawat rindu di tepi sunyi, selalu setia menemani, suka duka cinta ikhlas kujalani. Rasa ini, mengurat nadi menyanubari. Kau selalu indah di hati, rindu temani sepiku.
Komentar
Posting Komentar